Edisi 1640
- Di antara akidah yang wajib dipelajari dan diimani adalah adanya pertanyaan malaikat dan azab di alam kubur.
- Pertanyaan di alam kubur meliputi: Siapakah Rabbmu? Apa agamamu? Siapakah Nabimu? (tiga landasan utama/ushuul tsalaatsah)
- Makna Rabb (Tuhan) adalahilah/sesembahan, yaitu segala sesuatu yang menjadi tempat bergantungnya hati. Seseorang harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar.
- Islam adalah satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah. Islam terpenuhi dengan berserah diri sepenuhnya kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh kepada Allah dengan penuh ketaatan, serta berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya.
- Tujuan mengenal Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk meneladaninya, mengambil petunjuknya dan ittiba’(mengikutinya) baik lahir maupun batin.
“Sungguh benar hamba-Ku itu (yang telah menjawab tiga pertanyaan kubur), berikan kepadanya alas dari surga dan bukakan baginya pintu ke arah surga.”
(H.R. Abu Dawud dan Ahmad)
<<<>>>
Salah satu akidah ahlus sunnah wal jamaah adalah mengimani adanya azab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya. Selain itu, juga mengimani adanya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir kepada setiap penghuni kubur. Alam kubur adalah taman-taman surga atau kubangan-kubangan api neraka, yang menentukan ke mana seseorang menuju adalah berhasil atau tidaknya mereka dalam menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir kepada mereka.
Tiga Pertanyaan Kubur
Pada umumnya kita telah mengetahui tentang pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir yang kelak harus kita jawab di alam kubur. Yaitu pertanyaan, siapakah Rabbmu? Apakah agamamu? dan siapakah Nabimu? Inilah makna al ushuul ats-tsalaatsah (tiga landasan utama) yang dimaksudkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Bahwasanya ushuul tsalaatsah ini bersumber dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada seseorang di dalam kuburnya.” (Syarh Ushuul Tsalaatsah, hal. 34).
Apabila seseorang berhasil menjawab ketiga pertanyaan ini dengan benar, dengan dilandasi oleh Kitabullah, mengimani dan membenarkannya, maka datanglah panggilan dari langit,
“Sungguh benar hamba-Ku itu, berikan kepadanya alas dari surga dan bukakan baginya pintu ke arah surga.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Albani).
Akan tetapi, hamba-Nya yang munafik atau ragu menjawab, ”Saya tidak tahu. Saya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu lalu aku ikut mengatakannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain dikatakan,
”Hah, hah, aku tidak tahu. Maka datanglah panggilan dari atas langit, ’Sungguh dia berdusta. Bentangkan baginya alas dari neraka dan bukakan baginya pintu ke neraka.” (H.R. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Albani). Sungguh mengerikan!
Syaikh Shalih Alus Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa para ulama mengambil hikmah dari perkataan orang-orang munafik, “Saya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu lalu aku ikut mengatakannya, bahwa seseorang tidak boleh ikut-ikutan (taqlid) dalam menjawab ketiga pertanyaan di atas. Ketiga pertanyaan ini bukanlah sekedar pertanyaan hafalan belaka. Karena sesungguhnya seorang mukmin itu terbebas dari taqlid dan dia harus melandasi ilmunya dengan dalil yang benar. Barangsiapa yang konsisten di atas hal tersebut sampai matinya, maka dia adalah seorang mukmin”. (Syarh Kitab Tsalaatsatil Ushuul, hal. 19).
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan mengenal jawaban dari pertanyaan, “Siapakah Rabbmu?, Apakah agamamu?, Dan siapakah Nabimu?”.
Siapakah Rabbmu?
Para ulama menafsirkan pertanyaan, “Siapakah Rabbmu (Tuhanmu)?” dengan Siapakahilah/sesembahanmu? Ilah atau sesembahan adalah segala sesuatu yang menjadi tempat bergantungnya hati. Di mana hati merasa cinta, takut, berharap dan bertawakkal kepadanya. Demikian juga ilah adalah segala sesuatu yang ditujukan berbagai bentuk pendekatan diri kepadanya, seperti doa, sujud, kurban, nadzar dan lain-lain.
Karena apabila Rabb yang dimaksud dalam pertanyaan tersebut adalah Dzat Yang mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, maka niscaya kaum kafir Quraisy pun mampu untuk menjawabnya! Bukankah Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab, ‘Allah’.”’ (Q.S. Yunus : 31).
Kafir Quraisy meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb/Tuhan mereka. Akan tetapi di samping mereka menjadikan Allah sebagai ilah (sesembahan), mereka juga menjadikan ilah yang lain di samping Allah Ta’ala. Oleh karena itu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
”Wahai manusia, katakanlah, ‘Laa ilaaha illallaah’ (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), niscaya kalian akan beruntung” (H.R. Ahmad. Dinilai shahih oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth).
Maka mereka pun mengatakan,
“Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu sesembahan yang satu saja? Sungguh ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Q.S. Shaad: 5).
Inilah sumber kemusyrikan orang-orang kafir, di mana mereka tidak meyakini Allah sebagai satu-satunya ilah/ sesembahan.
Sehingga bagaimana mungkin seseorang dapat menjawab pertanyaan ini dengan benar di kuburnya, meskipun dia telah menghafalnya di dunia, namun ketika di masa hidupnya dia hobi berdoa meminta ke kubur para wali, memberikan sesajen kepada Nyi Roro Kidul, atau menyembelih ayam hitam sebagai persembahan kepada jin untuk meraih kesaktian dan kekayaan?!
Apakah Agamamu?
Jika ditanyakan kepada kita, “Apakah agamamu?”, maka seorang mukmin akan dengan tegas menjawab, “Islam”. Karena Islam inilah satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. Ali Imran: 85).
Dan Islam ini adalah agama yang mudah untuk dilaksanakan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Q.S. Al-Hajj: 78).
Para ulama mendefinisikan Islam dengan terpenuhinya ketiga hal berikut ini,
Pertama, penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya. Yaitu, seseorang berserah diri sepenuhnya kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya dalam segala aktivitas ibadah. Penyerahan diri seperti inilah yang menyebabkan pelakunya dipuji dan mendapatkan pahala.
Kedua, tunduk patuh kepada Allah dengan penuh ketaatan. Yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Maka bagaimanakah seseorang dapat menjawab pertanyaan kubur dengan benar, ketika di dunia dia durhaka, tidak mau taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya?
Ketiga, berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya. Karena seseorang yang mengikrarkan tauhid kepada Allah, mau tidak mau dia juga harus berlepas diri dan membenci kesyirikan dan para pelakunya. Kebenciannya itu pertama-tama mendorongnya untuk memusuhi dan memeranginya. Kemudian kafir (ingkar) kepada kesyirikan itu. Apabila seseorang mencintai Islam dan ahliya (pelaku dan peme, mencintai tauhid dan ahlinya, akan tetapi tidak membenci syirik dan ahlinya, maka dia bukanlah termasuk seorang muslim. Allah Ta’ala menceritakan tentang kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihis salam,
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami mengingkari (kekafiran)kalian dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’.” (Q.S. Al-Mumtahanah: 4).
Siapakah Nabimu?
Jika ditanyakan kepada kita, “Siapakah nabimu?” Maka hendaklah kita menjawab, “Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthallib bin Hasyim (Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam)”. Beliau termasuk keturunan Suku Quraisy yang merupakan bagian dari bangsa Arab dan keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihima salam. Beliau dilahirkan di kota Makkah, kemudian hijrah ke kota Madinah. Beliau hidup selama 63 tahun, 40 tahun sebelum nubuwwah (kenabian) dan 23 tahun menjadi Nabi dan Rasul. Beliau melaksanakan dakwah selama 13 tahun di kota Makkah untuk membersihkan aqidah masyarakat dari kotoran-kotoran kesyirikan. Kemudian akhirnya berdakwah di kota Madinah selama 10 tahun untuk membina umatnya di atas tauhid yang murni tadi.
Tujuan mengenal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk meneladaninya, mengambil petunjuknya dan ittiba’’(mengikutinya) baik lahir maupun batin.
Demikianlah tiga landasan utama yang wajib diketahui oleh seorang hamba. Semoga bekal yang sedikit ini dapat membantu meneguhkan kita dalam menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur kelak. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya),
“Allah meneguhkan kepada orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan berbuat apa yang Dia kehendaki”. (Q.S. Ibrahim: 27).
Penulis : dr.M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
Disarikan dari artikel:
Dimurajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.